If tomorrow never come

Kulihat ruangan bercat putih tulang, hm...ruang tamu rumah nenekku sebelum direnovasi tahun 1997, Singaparna, Tasikmalaya. Kok Gy bawa sapu? Ooh... lagi nyapu... Bi Elis lagi megang lap, ngelapin meja. Bi Elin megang kemoceng, membersihkan lubang ventilasi. Ooh... lagi korpe.

“Tong ngalamun wae! Eta, runtahna sodokan! Lebetkeun kana wadah runtah!” Perintah mamahku.
Anak SD juga tahu, kalo abis nyapu sampahnya harus dikumpulin, diserok pake pengki, terus dimasukin ke tong sampah...
“Eh... ieu meja elapan Gy!” perintah mamahku.
Lha? Kan barusan udah ama Bi Elis.
“Euh... cape gawe teu kapake!” keluh bibiku yang duduk di sofa pink yang ada di ruang tamu sejak Gy SD kelas3.
“Ke geus rengse urang botram di serang.”ujar mamahku sambil lalu.

Ditengah serang(sawah). Kulihat si mamah mampir disebuah rumah, tampak berbincang-bincang dengan teman lamanya. Maklum di kampung, masih banyak rumah yang ada di tengah sawah. Pacarencang hiji jeung nu lian na.

Kayaknya lama neh...mending beli bala-bala tuh.
Gy beli bala-bala di bangunan tembok beratapkan terpal biru. Kedua bibiku juga ada disana, jajan sambil ngobrol. Gy Cuma cengar-cengir aja mendengar guyonan mereka. Aku sesekali melihat ke rumah temannya mamah.Hm... mamah malah masuk tu rumah..

Kulihat pemandangan indah, hamparan hijau persawahan dengan gunung dibalakangnya... dan air yang tingginya kira-kira setinggi gunung... Wait...air setinggi gunung?
“Tsunami!”teriaku sambil berlari menuju bibiku. Aku memeluknya erat-erat.
“Mamah,Bi?” kataku bingung.
“Gak da waktu lagi. Geus didieu weh.”

Ya Allah, apa ini yang namanya kiamat? Gy pasrah aja...Doa orang mau mati? Syahadat weh... La ilaha illallah muhammad rasulullah

Ku pejamkan mataku. Aku merasa terhempas oleh air. Tenggelam.

Ayolah Anggy, bernafas, berenang terus, kali aja bisa nyampe ke atas. Kalo ini lautan ini mungkin lapisan terdalam, zona abisal kan gelap dan dingin. Berenang ke atas Gy....O.K gak sedingin tadi, berarti di zona bathial. Wah...pasti dah Neritik nih dah ada sinar.... sebelum kerasa ada udara bebas... gak mau buka mata....

Terasa sepasang tangan memegang bahuku, menarikku ke tempat tak berair. Ku buka perlahan... kulihat dinding kokoh sebuah ruangan mewah, dedaunan, cahaya matahari dibaliknya, sepasang mata biru, rambutnya pirang. Aku terperanjat, bangun dan duduk. Mataku menjelajah, mencari sosok yang dapat kukenali. Nihil. Kecewa.

“Where’s my mom? Where’s my aunt? Tadi... eh... tsunami... I feel...” kurasakan tubuhku menggigil dan suaraku terdengar parau. Panik dan bingung.

Wanita bule itu mengelus-elus bahuku. Mungkin maksudnya menenangkanku. Dia berkata sesuatu, tapi aku tak mengerti bahasanya, sepertinya bukan bahasa Inggris. Hm... Ya Allah, baru tadi rasanya Gy merutuk, mengeluh pada ibuku. Kini aku terpisah dengannya. Ya Allah, aku menyesal menggerutu. Aku tak menyangka, menggerutu adalah perbuatan yang dapat aku sesali. Mungkin rutukkanku menyakiti hati ibuku. Astagfirullah....

Hah... kok gelap? Aku masih dikasur? Jam berapa ini? Tadi itu mimpi?
Kuraih hp-ku, kulihat jamnya masih menujukkan pukul 05.01.
Makanya, kalo dah dengar Azan tuh bangun! Bukan narik selimut, terus tidur lagi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer